Thursday, June 13, 2013

KETIKA IJUL JATUH CINTA


Sabil ngakak.

“Pake otak dong, jul. kalo ngomong!”

“Aku serius”

Ijul berusaha membuat suaranya meyakinkan. Lalu melirik lagi rumah Cinta. Rumah mewah lantai dua. Yang halaman rumahnya satu setengah kali rumah Ijul. Seorang laki-laki bersafari berdiri di depan pintu gerbang yang tinggi sekitar tiga meter. Ada ukiran bunga matahari di tengah-tengahnya. Sebuah mobil masuk lagi, lalu pengemudinya menyodorkan undangan. Si Safari memeriksa, lalu berbicara melalui handy-talknya (kalau orang melayu nyakap kontek). Setelah itu, dia mengangguk. Menyingkir ke kiri dan mobil itu berjalan pelan masuk ke halaman rumah yang luas. Kemudian berdiri lagi dengan gagah. Semuanya terjadi secara simultan begitu seterusnya setiap kali ada mobil yang datang.

“ iya... tapi... aduh. Cinta Jul? Cinta?”

“Iya, aku cinta sama Cinta.”

“Nah , itu yang aku maksud kamu pake otak!”

“Bil, kamu lupa apa yang dikatakan Rosulullah? Neraka itu sebagian besar penghuninya orang-orang yang ngomong gak pake sensor! Kayak kamu!”

“Rosulullah juga tau. Kalau kita disuruh saling nasehat menasehati! Aku sekarang lagi nasehatin kamu nih! Pake otak kalau mau sama Cinta.”

Ijul menggerutu kesal. Melirik rumah Cinta sekali lagi. sayup-sayup terdengar suara musik dan suara merdu seorang penyanyi. Menilik suaranya, pasti Ayu Ting-Tong yang lagi nyanyi. Pelan-pelan Ijul melirik kado merah jambu yang dipegangnya. Lalu memandang Sabil dengan pandangan yang sedih.

“Jadi menurut kamu Cinta gak bakal nerima aku?”

“Pake nanya! Udah cepat naik!” Sabil naik ke atas motor kerajaannya. Menghidupkan. “Cepat! Nih motor mau di pake sama Bang Am!”

Ijul menghela nafas. Lagi-lagi melihat rumah Cinta.

“terus nih kado gimana?”

“Tadi kan dah aku bilang. kamu kasiin tuh kado. Tapi jangan nekat bilang cinta!”

“Tapi...”

“Tapi apaan?”

“kalau Si Safari itu nanya undanganku gimana?”

“Ya kamu kasiin.”

“Aku kan gak diundang.”

Sabil kontan menyumpah-nyumpah. Detik berikutnya sabil sudah memasukkan gigi satu. Motor kerajaan melesat cepat. Meninggalkan Ijul yang teriak-teriak tunggu. Di balur kaki Sabil sedalam sungai siak.

“Kalau gak diundang, ngomong dari tadi!”

***

Kata buku yang pernah Ijul baca. Cinta itu bisa datang kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Dan Ijul yakin, penemu Filo Mild dulu bikin slogannya setelah membaca buku itu. Nah, si Ijul lagi jatuh cinta sama Cinta. Putri seorang toke nangoi merangkap anggota DPRD Siak yang menurut berita di SIAK-TV kemaren, lolos dari pemeriksaan KPK. Berarti Cinta bersih! Konklusi yang dilakukan Ijul memang hanya sebagai premis belaka. Tapi cukuplah.

Waktu itu Ijul lagi nongkrong di depan sekolah bersama Sabil.

Tiba-tiba;

Priiiit! Priiiiiit!

Lalu ......

Wiuw...wiuw....wiuw....!

Lalu ...

Ijul, Sabil dan siswa yang lagi nongkrong diusir mentah-mentah. Ijul gondok. Sejak setahun yang lalu. Tempat ini sudah jadi hak patennya. Dia protes. Tapi begitu pengusir membentak. Ijul ciut. Tapi masih sok ngomel di belakang.

Lalu sebuah mobil—entah merek apa—yang pasti mobil mewah, lewat. Warna hitamnya membuat siapa saja pasti akan melirik—entah karena iri. Entah juga penasaran, sedangkan Ijul. Jelas penasaran ketika mobil itu berhenti dan kaca jendela bagian belakang mobil itu terbuka.

Seraut wajah—yang lagi-lagi pakai entah—entah siapa, nogol. Bicara lembut kepada Si Pengusir tadi. “Pak Ucok Regar. Tidak usah galak-galak gitu ya, pak.”

Pak Ucok Regar—yang entah siapa—mengangguk hormat. “siap non.”
Lalu kaca jendela itu perlahan naik dan jelas embusan angin pagi membelai rambut hitam yang sudah tentu beraroma wangi yang kemudian akhirnya tidak terlihat lagi. Mobil itu terus masuk ke halaman SMA Antah Barantah.

“Sok banget tuh orang. Dia pikir ini jalannya apa?” Sabil menggerutu. Lalu tak sengaja melihat Ijul yang masih terbengong-bengong memandang mobil mewah itu. “kenapa kamu, Jul?”

“Dewi asmara aku lagi melepaskan pahannya ke hati aku, Bil.”

“Bonyok dong hatimu!”

“Berdarah-darah, Bil... Ya Allah... akhirnya kau kirimkan juga seorang gadis cantik untuk menjadi pacar hamba. Terima Kasih Ya Allah... Terima Kasih...”

“Kebanyakan makan biji sawit, nih!”

***

Mau kebanyakan makan apapun, Ijul sudah jatuh cinta pada si Cantik yang kemudian diketahui bernama Cinta. Tapi rupanya bukan Cuma dia saja yang jatuh cinta ama Cinta. Tapi semua kaum adam di sekolah itu jatuh cinta ama Cinta.

“Modal kamu apaan mau dekatin Cinta?” gerutu si Sabil untuk kali yang kesekian. Pasalnya, sudah satu bulan ini yang di omongin Ijul selalu Cinta.

“Cinta, Bil... cinta modal aku.”

“Ya iyalah, yang kayak begituan sih gak usah kasih tau aku! Kamu jajan aja nebeng aku!”

“Nah. Itu, Bil ... itu yang harus kamu sadarin. Gak semua orang punya kesempatan jatuh cinta.”

“Heh! Kesempatan jatuh cinta sih banyak. Jatuh cinta juga sering! Diterimanya yang belum pernah.”

“Itu juga, Bil...yang membuat aku yakin, kalo cintaku bakalan diterima oleh Cinta.”

“Sabil gondok. “Kamu tadi makan biji sawit berapa biji sih?”

***

Sabil heran ketika Ijul datang ke rumahnya dan tertawa-tawa.

“kenapa kamu?”

“Tenang, Bil... ini hari bahagia buat aku...”

“Hari bahagiamu bukannya kalo aku traktir?”

“Itu juga hari bahagia aku. Sebab aku memberi kesempatan kamu buat bersedekah.” Sahut Ijul yang membuat Sabil mendengus.”Kamu tau. Aku tadi dari mana?”

“paling-paling kamu abis ngantar udang. Gimana, hari ini banyak yang mesan gak?”

“Weittss... sori memori ni! Aku tadi abis dari rumah ustad anam!”

“Pantes badan kamu abu tarason, abis disuruh ngerok punggung ustad anam ya?”

“Brengsek! Nih bau minyak yang baru aku beli!”

“Mereknya cap kaki lima?”

“susah ngomong sama kamu ah! Aku balik!”

“Tunggu, tunggu! Ngapain kamu dari rumah ustad anam?”

Ijul berbalik. Wajahnya kembali gembira ria. Matanya berbinar.

“Tadi aku... eh. Aku bisa minta minum gak? Kalo gak ada air putih air sumur pondok juga gak apa-apa!”

Lima belas menit kemudian.

“Gila kamu...” teriak si Sabil.

“Kenapa gila? Kan sama aja aku memuji Allah...”

“Bertasbih memuji Allah memang harus kita lakukan setiap hari! Tapi bukan tujuan ngedapatin Cinta! Lagian ustad Anam kamu percaya.”

“Kan ikhtiyar...”

“Yang begini nih yang sering ngaco! Ikhtiar memang diharuskan, tapi di jalan yang benar! Bukan sama Ustad Anam.”

“Uda deh... pokoknya mulai ntar malam, aku bakalan bertasbih sebanyak 5.678 kali, sesuai petunjuk Ustad Anam.”

“Tapi tujuan kamu itu dosa, Jul...”

“Dosa gimana? Sambil menyelam minum air! Aku dapat pahala karena memuji Allah. Aku juga bakalan dapat Cinta. Ngomong-ngomong kamu punya uang 20ribu yang nggak kepake gak?”

“Buat apaan?”

“Tadi aku masih ngutang mahar sama Ustad Anam.”

***

Ncik Ramlah, emaknya Ijul, yang penjual gorengan heran. Karena begitu azan Maghrib berkumandang, Ijul langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu kamarnya. Begitu sampai tiga hari. pas hari ke-empat. Ncik Ramlah penasaran pengen tau apa yang dilakukan anak semata wayangnya. Dia mengintip dari lobang kunci.

“Astagfirullaahal Aziim! Ijul!!”

Ncik Ramlah sampai perlu mengintip dua kali. Wajahnya tegang. Kesal. Juga penasaran. Soalnya dia tidak melihat apa-apa. Kamar Ijul gelap.

Ncik Ramlah lalu mengambil kursi. Dari kisi-kisi kusen bagian atas, dia melongok. Dengan mempergunakan lampu senter sebagai penerangan. Lagi-lagi...

“Astagfirullaah...! Ijuuul!!!

Ncik Ramlah kesal bukan main. Karena dia tidak bisa melongok. Soalnya tuh kusen ketinggian.
Ketika Ncik Romlah mau narik meja. Pintu kamar Ijul terbuka. Ncik Romlah kecele. Berhubung sudah capek ngintip, naik kursi, narik-narik meja. Ncik Romlah malah berkata, “Masuk lagi, Jul. Masuk lagi!”

“Masuk lagi ngapain, Mak?”

“Mak mau naik ke meja. Mak mau ngintip.”

“Lho, kan saya ada di sini, Mak?”

“Mak gak peduli! Pokoknya masuk! Emak udah capek!”

Ncik Romlah mendorong Ijul masuk. “Lampunya matiin lagi!” Ncik Romlah menarik meja. Lalu dengan bantuan kursi dia naik ke atas meja. Tapi kusen tetap ketinggian. Ncik Romlah menghela nafas, “Ya udah keluar lagi!” Ijul keluar, bingung melihat emaknya . “Bantuin Mak turun!”

***

“Aku uda bertasbih selama seminggu,” kata Ijul di kantin Mak Inah.

“Terus kenapa?”

“Sekaranglah saatnya yang tepat buat ngejajal pegangan yang dikasih Ustad Anam.”

Sabil mengeluh. “Jul, kamu emang gak sadar kalau sudah mempermainkan Allah? Masa bertasbih 
 kamu samain sama pelet!”

“Lain tau! Bertasbih yang aku lakukan Cuma sebagai medianya!”

“Itu kamu namanya mempermainkan Allah! Hati-hati, Jul.”

“Begini nih kalau ilmunya cetek! Gak tau apa-apa tapi sok tau! Udah, kamu ikut aku aja sekarang!”

Sabil mengeluh, merasa kasihan dengan sahabatnya itu. Sabil bukan tidak tau, kalau selama ini banyak orang yang ngaku paranormal, selalu merasa bisa melakukan apa saja, termasuk tuh Pak Ustad yang kece. Mereka kadang dengan yakin berkata, “Ini tidak melanggar ajaran agama karena bacaannya dari Al-Qur`an. Kalau pun pake puasa, dalam islam juga diajarkan puasa, kan? O ya, sediain kain putih sama pensil 2B.” Kwkwkwk.

Sabil menghela nafas. Memperhatikan Ijul dengan pede-nya melangkah gagah. Sabil pelan-pelan mengikuti dari belakang. Sasarannya jelas kantin. Di situ pasti ada Cinta. Dan kalau ada Cinta, biasanya kaum adam berserakan di sana.

Benar saja. Cinta memang ada di sana. Dan kaum adam pun berserakan. Sabil memperhatikan dari pintu masuk kantin. Memperhatikan satu sosok kaum adam yang melangkah gagah den percaya diri mendekati Cinta.

Jleggg!! Sabil bengong. Cinta tertawa-tawa pada satu sosok kaum adam yang kerempeng itu, dan membuat kaum adam yang lain memandang dengan penuh iri yang tidak bisa disembunyikan.
Mujarab! Itu kata yang muncul di hati Sabil. Sabil sampai terfikir buat minta pelet sama Ustad Anam juga kalau saja dia tidak ....

Tiba-tiba.....
Plak!!!

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Ijul.

Lalu... plak lagi!

Satu tamparan mendarat di  pipi kiri.

Sabil bengong.

“Kurang ajar!!” bentak Cinta yang terlihat berang.

***

Sabil penasaran. “kenapa tau-tau Cinta nampar kamu?”

“Aku dihukum Allah.”

“Cinta yang nampar kok Allah yang dituduh?”

“Dia tau kalau aku komat-kamit bertasbih.”

“Terus kenapa?”

“Dia curiga.”

“Masa orang bertasbih curiga?”

“Iya! Soalnya, uda ada tujuh belas cowok  yang ngedekatin dia sambil bertasbih. Itu dia maksud aku dihukum Allah! Allah rupanya masih sayang sama aku. Dia cuma menghukum aku lewat tamparan Cinta!.”

Sabil terdiam sejenak. Lalu ngakak...

“Makanya, jangan pernah mempermainkan Allah!”

“Iya, aku nyesal. Duit ambles, kena tampar lagi. eh, jadi gak minjamin 20ribu?”

“Buat apa? Buat bayar Ustad Anam?”

“Bukan! Buat beli tarason. Pedih pipiku ditampar Si Cinta.”

Sabil tertawa-tawa kegirangan.




KETIKA IJUL JATUH CINTA



Sabil ngakak.

“Pake otak dong, jul. kalo ngomong!”

“Aku serius”

Ijul berusaha membuat suaranya meyakinkan. Lalu melirik lagi rumah Cinta. Rumah mewah lantai dua. Yang halaman rumahnya satu setengah kali rumah Ijul. Seorang laki-laki bersafari berdiri di depan pintu gerbang yang tinggi sekitar tiga meter. Ada ukiran bunga matahari di tengah-tengahnya. Sebuah mobil masuk lagi, lalu pengemudinya menyodorkan undangan. Si Safari memeriksa, lalu berbicara melalui handy-talknya (kalau orang melayu nyakap kontek). Setelah itu, dia mengangguk. Menyingkir ke kiri dan mobil itu berjalan pelan masuk ke halaman rumah yang luas. Kemudian berdiri lagi dengan gagah. Semuanya terjadi secara simultan begitu seterusnya setiap kali ada mobil yang datang.

“ iya... tapi... aduh. Cinta Jul? Cinta?”

“Iya, aku cinta sama Cinta.”

“Nah , itu yang aku maksud kamu pake otak!”

“Bil, kamu lupa apa yang dikatakan Rosulullah? Neraka itu sebagian besar penghuninya orang-orang yang ngomong gak pake sensor! Kayak kamu!”

“Rosulullah juga tau. Kalau kita disuruh saling nasehat menasehati! Aku sekarang lagi nasehatin kamu nih! Pake otak kalau mau sama Cinta.”

Ijul menggerutu kesal. Melirik rumah Cinta sekali lagi. sayup-sayup terdengar suara musik dan suara merdu seorang penyanyi. Menilik suaranya, pasti Ayu Ting-Tong yang lagi nyanyi. Pelan-pelan Ijul melirik kado merah jambu yang dipegangnya. Lalu memandang Sabil dengan pandangan yang sedih.

“Jadi menurut kamu Cinta gak bakal nerima aku?”

“Pake nanya! Udah cepat naik!” Sabil naik ke atas motor kerajaannya. Menghidupkan. “Cepat! Nih motor mau di pake sama Bang Am!”

Ijul menghela nafas. Lagi-lagi melihat rumah Cinta.

“terus nih kado gimana?”

“Tadi kan dah aku bilang. kamu kasiin tuh kado. Tapi jangan nekat bilang cinta!”

“Tapi...”

“Tapi apaan?”

“kalau Si Safari itu nanya undanganku gimana?”

“Ya kamu kasiin.”

“Aku kan gak diundang.”

Sabil kontan menyumpah-nyumpah. Detik berikutnya sabil sudah memasukkan gigi satu. Motor kerajaan melesat cepat. Meninggalkan Ijul yang teriak-teriak tunggu. Di balur kaki Sabil sedalam sungai siak.

“Kalau gak diundang, ngomong dari tadi!”

***

Kata buku yang pernah Ijul baca. Cinta itu bisa datang kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Dan Ijul yakin, penemu Filo Mild dulu bikin slogannya setelah membaca buku itu. Nah, si Ijul lagi jatuh cinta sama Cinta. Putri seorang toke nangoi merangkap anggota DPRD Siak yang menurut berita di SIAK-TV kemaren, lolos dari pemeriksaan KPK. Berarti Cinta bersih! Konklusi yang dilakukan Ijul memang hanya sebagai premis belaka. Tapi cukuplah.

Waktu itu Ijul lagi nongkrong di depan sekolah bersama Sabil.

Tiba-tiba;

Priiiit! Priiiiiit!

Lalu ......

Wiuw...wiuw....wiuw....!

Lalu ...

Ijul, Sabil dan siswa yang lagi nongkrong diusir mentah-mentah. Ijul gondok. Sejak setahun yang lalu. Tempat ini sudah jadi hak patennya. Dia protes. Tapi begitu pengusir membentak. Ijul ciut. Tapi masih sok ngomel di belakang.

Lalu sebuah mobil—entah merek apa—yang pasti mobil mewah, lewat. Warna hitamnya membuat siapa saja pasti akan melirik—entah karena iri. Entah juga penasaran, sedangkan Ijul. Jelas penasaran ketika mobil itu berhenti dan kaca jendela bagian belakang mobil itu terbuka.

Seraut wajah—yang lagi-lagi pakai entah—entah siapa, nogol. Bicara lembut kepada Si Pengusir tadi. “Pak Ucok Regar. Tidak usah galak-galak gitu ya, pak.”

Pak Ucok Regar—yang entah siapa—mengangguk hormat. “siap non.”
Lalu kaca jendela itu perlahan naik dan jelas embusan angin pagi membelai rambut hitam yang sudah tentu beraroma wangi yang kemudian akhirnya tidak terlihat lagi. Mobil itu terus masuk ke halaman SMA Antah Barantah.

“Sok banget tuh orang. Dia pikir ini jalannya apa?” Sabil menggerutu. Lalu tak sengaja melihat Ijul yang masih terbengong-bengong memandang mobil mewah itu. “kenapa kamu, Jul?”

“Dewi asmara aku lagi melepaskan pahannya ke hati aku, Bil.”

“Bonyok dong hatimu!”

“Berdarah-darah, Bil... Ya Allah... akhirnya kau kirimkan juga seorang gadis cantik untuk menjadi pacar hamba. Terima Kasih Ya Allah... Terima Kasih...”

“Kebanyakan makan biji sawit, nih!”

***

Mau kebanyakan makan apapun, Ijul sudah jatuh cinta pada si Cantik yang kemudian diketahui bernama Cinta. Tapi rupanya bukan Cuma dia saja yang jatuh cinta ama Cinta. Tapi semua kaum adam di sekolah itu jatuh cinta ama Cinta.

“Modal kamu apaan mau dekatin Cinta?” gerutu si Sabil untuk kali yang kesekian. Pasalnya, sudah satu bulan ini yang di omongin Ijul selalu Cinta.

“Cinta, Bil... cinta modal aku.”

“Ya iyalah, yang kayak begituan sih gak usah kasih tau aku! Kamu jajan aja nebeng aku!”

“Nah. Itu, Bil ... itu yang harus kamu sadarin. Gak semua orang punya kesempatan jatuh cinta.”

“Heh! Kesempatan jatuh cinta sih banyak. Jatuh cinta juga sering! Diterimanya yang belum pernah.”

“Itu juga, Bil...yang membuat aku yakin, kalo cintaku bakalan diterima oleh Cinta.”

“Sabil gondok. “Kamu tadi makan biji sawit berapa biji sih?”

***

Sabil heran ketika Ijul datang ke rumahnya dan tertawa-tawa.

“kenapa kamu?”

“Tenang, Bil... ini hari bahagia buat aku...”

“Hari bahagiamu bukannya kalo aku traktir?”

“Itu juga hari bahagia aku. Sebab aku memberi kesempatan kamu buat bersedekah.” Sahut Ijul yang membuat Sabil mendengus.”Kamu tau. Aku tadi dari mana?”

“paling-paling kamu abis ngantar udang. Gimana, hari ini banyak yang mesan gak?”

“Weittss... sori memori ni! Aku tadi abis dari rumah ustad anam!”

“Pantes badan kamu abu tarason, abis disuruh ngerok punggung ustad anam ya?”

“Brengsek! Nih bau minyak yang baru aku beli!”

“Mereknya cap kaki lima?”

“susah ngomong sama kamu ah! Aku balik!”

“Tunggu, tunggu! Ngapain kamu dari rumah ustad anam?”

Ijul berbalik. Wajahnya kembali gembira ria. Matanya berbinar.

“Tadi aku... eh. Aku bisa minta minum gak? Kalo gak ada air putih air sumur pondok juga gak apa-apa!”

Lima belas menit kemudian.

“Gila kamu...” teriak si Sabil.

“Kenapa gila? Kan sama aja aku memuji Allah...”

“Bertasbih memuji Allah memang harus kita lakukan setiap hari! Tapi bukan tujuan ngedapatin Cinta! Lagian ustad Anam kamu percaya.”

“Kan ikhtiyar...”

“Yang begini nih yang sering ngaco! Ikhtiar memang diharuskan, tapi di jalan yang benar! Bukan sama Ustad Anam.”

“Uda deh... pokoknya mulai ntar malam, aku bakalan bertasbih sebanyak 5.678 kali, sesuai petunjuk Ustad Anam.”

“Tapi tujuan kamu itu dosa, Jul...”

“Dosa gimana? Sambil menyelam minum air! Aku dapat pahala karena memuji Allah. Aku juga bakalan dapat Cinta. Ngomong-ngomong kamu punya uang 20ribu yang nggak kepake gak?”

“Buat apaan?”

“Tadi aku masih ngutang mahar sama Ustad Anam.”

***

Ncik Ramlah, emaknya Ijul, yang penjual gorengan heran. Karena begitu azan Maghrib berkumandang, Ijul langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu kamarnya. Begitu sampai tiga hari. pas hari ke-empat. Ncik Ramlah penasaran pengen tau apa yang dilakukan anak semata wayangnya. Dia mengintip dari lobang kunci.

“Astagfirullaahal Aziim! Ijul!!”

Ncik Ramlah sampai perlu mengintip dua kali. Wajahnya tegang. Kesal. Juga penasaran. Soalnya dia tidak melihat apa-apa. Kamar Ijul gelap.

Ncik Ramlah lalu mengambil kursi. Dari kisi-kisi kusen bagian atas, dia melongok. Dengan mempergunakan lampu senter sebagai penerangan. Lagi-lagi...

“Astagfirullaah...! Ijuuul!!!

Ncik Ramlah kesal bukan main. Karena dia tidak bisa melongok. Soalnya tuh kusen ketinggian.
Ketika Ncik Romlah mau narik meja. Pintu kamar Ijul terbuka. Ncik Romlah kecele. Berhubung sudah capek ngintip, naik kursi, narik-narik meja. Ncik Romlah malah berkata, “Masuk lagi, Jul. Masuk lagi!”

“Masuk lagi ngapain, Mak?”

“Mak mau naik ke meja. Mak mau ngintip.”

“Lho, kan saya ada di sini, Mak?”

“Mak gak peduli! Pokoknya masuk! Emak udah capek!”

Ncik Romlah mendorong Ijul masuk. “Lampunya matiin lagi!” Ncik Romlah menarik meja. Lalu dengan bantuan kursi dia naik ke atas meja. Tapi kusen tetap ketinggian. Ncik Romlah menghela nafas, “Ya udah keluar lagi!” Ijul keluar, bingung melihat emaknya . “Bantuin Mak turun!”

***

“Aku uda bertasbih selama seminggu,” kata Ijul di kantin Mak Inah.

“Terus kenapa?”

“Sekaranglah saatnya yang tepat buat ngejajal pegangan yang dikasih Ustad Anam.”

Sabil mengeluh. “Jul, kamu emang gak sadar kalau sudah mempermainkan Allah? Masa bertasbih 
 kamu samain sama pelet!”

“Lain tau! Bertasbih yang aku lakukan Cuma sebagai medianya!”

“Itu kamu namanya mempermainkan Allah! Hati-hati, Jul.”

“Begini nih kalau ilmunya cetek! Gak tau apa-apa tapi sok tau! Udah, kamu ikut aku aja sekarang!”

Sabil mengeluh, merasa kasihan dengan sahabatnya itu. Sabil bukan tidak tau, kalau selama ini banyak orang yang ngaku paranormal, selalu merasa bisa melakukan apa saja, termasuk tuh Pak Ustad yang kece. Mereka kadang dengan yakin berkata, “Ini tidak melanggar ajaran agama karena bacaannya dari Al-Qur`an. Kalau pun pake puasa, dalam islam juga diajarkan puasa, kan? O ya, sediain kain putih sama pensil 2B.” Kwkwkwk.

Sabil menghela nafas. Memperhatikan Ijul dengan pede-nya melangkah gagah. Sabil pelan-pelan mengikuti dari belakang. Sasarannya jelas kantin. Di situ pasti ada Cinta. Dan kalau ada Cinta, biasanya kaum adam berserakan di sana.

Benar saja. Cinta memang ada di sana. Dan kaum adam pun berserakan. Sabil memperhatikan dari pintu masuk kantin. Memperhatikan satu sosok kaum adam yang melangkah gagah den percaya diri mendekati Cinta.

Jleggg!! Sabil bengong. Cinta tertawa-tawa pada satu sosok kaum adam yang kerempeng itu, dan membuat kaum adam yang lain memandang dengan penuh iri yang tidak bisa disembunyikan.
Mujarab! Itu kata yang muncul di hati Sabil. Sabil sampai terfikir buat minta pelet sama Ustad Anam juga kalau saja dia tidak ....

Tiba-tiba.....
Plak!!!

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Ijul.

Lalu... plak lagi!

Satu tamparan mendarat di  pipi kiri.

Sabil bengong.

“Kurang ajar!!” bentak Cinta yang terlihat berang.

***

Sabil penasaran. “kenapa tau-tau Cinta nampar kamu?”

“Aku dihukum Allah.”

“Cinta yang nampar kok Allah yang dituduh?”

“Dia tau kalau aku komat-kamit bertasbih.”

“Terus kenapa?”

“Dia curiga.”

“Masa orang bertasbih curiga?”

“Iya! Soalnya, uda ada tujuh belas cowok  yang ngedekatin dia sambil bertasbih. Itu dia maksud aku dihukum Allah! Allah rupanya masih sayang sama aku. Dia cuma menghukum aku lewat tamparan Cinta!.”

Sabil terdiam sejenak. Lalu ngakak...

“Makanya, jangan pernah mempermainkan Allah!”

“Iya, aku nyesal. Duit ambles, kena tampar lagi. eh, jadi gak minjamin 20ribu?”

“Buat apa? Buat bayar Ustad Anam?”

“Bukan! Buat beli tarason. Pedih pipiku ditampar Si Cinta.”

Sabil tertawa-tawa kegirangan.