Thursday, October 1, 2015

Emakku Sayang, Emakku Malang Part I "Introduction"

Hai semua...

Setelah beberapa lama tidak memuat postingan dalam blog abal-abal ini, kali ini ane bakal membuat postingan yang niatnya, sih, mau lebih serius dari postingan-postingan sebelumnya. Ya, kalau postingan-postingan sebelumnya bisa dikatakan sepenuhnya ngawur dan tak memiliki esensi edukasi di dalamnya, maka kali ini ane mau postingin sebuah postingan terkait niat project ane. Apakah itu???

Jreng... Jreng....!

Jadi, sempat kemarin-kemarin, ya udah lama juga sih, mungkin sudah setahun lebih, ane punya niat untuk membuat sebuah karya sastra yang mengangkat tema tentang permasalahan yang terjadi di kampung halaman ane, Riau. Rencananya ane mau buat cerita kaya novel-novel githu. Tapi karena kemarin-kemarin sempat terkendala oleh beberapa hal, plus rasa malas yang tak berujung, jadinya ketunda dan ketunda terus, deh!


Setelah beberapa hari belakangan ini sempat mikir, 'kalau tidak diterusin rugi juga, ya. Sayang ide dibuang-buang.' jadinya, ane mau serius membuat dan meneruskan ide yang sudah ada di dalam kepala. 

Mungkin teman-teman di sini penasaran sama tema yang di angkat itu apa? Setingannya bagaimana? Tentang tokoh dan penokohan, dan beberapa intrinsik lainnya, ane gak bisa menjelaskan dan menguraikannya satu-satu. Tapi, inshaAllah, dengan sebuah pembuka cerita yang bakal ane ikut sertakan pada postingan ini, teman-teman pasti bakal tahu ceritanya akan seperti apa. 

Ane harap, teman-teman bisa memberikan feedback atas project yang baru ane mulai ini. Mungkin dengan masukan teman-teman semua, ane bisa meneruskan ceritanya dengan gampang. Ide-ide akan muncul seiring dengan rumitnya mencari puncak konflik dalam cerita. Dan mudah-mudahan, dalam menggarap project ini, ane bisa menuliskan ceritanya dengan mengalir indah seindah untuaian kata yang tertuang dalam sabda cinta. Cieeehhhh....!!!!

Udah, to the point aja yuk....

***

Emakku Sayang, Emakku Malang.

Part I

“Nit, sakit mamak semakin parah. Dokter bilang sudah tidak ada yang bisa diharapkan lagi selain berdoa. Saudara dan sanak famili sudah berdatangan untuk berdoa dan membacakan yasin untuk Mamak. Keluarga di sini tidak bisa berbuat banyak selain pasrah menerima keputusan Allah. Pulanglah, Nit, sebelum semuanya terlambat. Pulanglah...!”


Wajah panik nan lelah Bang Amin mengkerut. Sekali, dua kali, menghela nafas. Lebih panjang. Lebih berat. Ada tekanan bathin di sana. Pesan yang sudah tertulis di hape jadul miliknya, entah berapa kali lagi harus dibaca. Ia ragu. Apakah ia harus menekan tombol send atau tidak . Perlahan memegang kening, juga lembut mengelus-elus tangan wanita keriput yang terbaring lemas di atas kasur. Nafasnya satu dua. Lebih parah, sudah terlalu sulit untuk menarik nafasnya.


Pagi yang biasanya indah itu, berganti pagi yang datang dengan penuh murka.
Cahaya matahari menggantung dilangit. Mengambang dan mencari celah agar cahayanya bisa menembus tebal kabut yang menyelimuti desa tempat tinggal mereka. Embun bercampur debu menempel di sisa-sisa pepohonan yang tersisa. Sebenarnya dulu desa dan rumah mereka dikelilingi oleh kebun karet dan akasia. Tapi semenjak para manusia antah berantah yang membakar hutan mereka, hidup mereka tersiksa. Serta, alam tempat mereka hidup gundul segundul-gundulnya.


Setetes air mata akhirnya jatuh membasahi pipi laki-laki yang terkenal tegar itu. Ya, ia jarang sekali menangis. Bahkan tak pernah sekalipun orang melihatnya menangis. Kalaupun ia menangis, pasti ia sembunyikan tangisannya itu dengan sangat rahasia. Tak ada yang pernah melihatnya, kecuali Mamak yang saat ini terbaring lemas di hadapannya.


Amin menatap lekat wajah mamaknya. Sedang mamaknya tidur dengan mata terpejam sejak dua hari yang lalu. Sesekali bangun. Mengigau. Ucapan yang keluar dari mulut sudah mulai tak jelas. Terkadang sering terjadi diskomunikasi antara mamak dan keluarga. Tak jarang keluarga bingung-bingung sendiri. Mamakpun, kalau sudah tak sesuai dengan apa yang dia minta atau perintahkan, sangat pandai sekali merajuk. Ngoceh-ngoceh sendiri. Tak jelas apa yang dia ocehkan. Saudara yang mendengarkan ocehannya, kalau biasanya akan sebal, saat ini tidak lagi. Melainkan kasihan dan iba melihat kondisi mamak yang sekarat.


Sudah saatnya Nita tahu. Sudah saatnya dia pulang.


Perempuan tua berwajah keriput, lelah, dan pucat di atas ranjang itu tiba-tiba terbatuk. Menyusul bercak darah merah yang keluar dari kerongkongan. Bercak-bercaknya berserak di bibir. Nafasnya sesak. Air mukanya menahan sakit. Sakit yang kian lama kian tak tertanggungkan. Matanya terbuka. Memandang-mandang sekitar pembaringan. Entah itu isyarat meminta sesuatu. Atau, bisa jadi mencari sesuatu.
Pandangan Amin tak lepas dari memandang lekat wajah mamak.


“Ijinkan, Amin mengirimkannya, Mak...” Bisik Amin kepada mamak.


Entah dengar atau tidak. Tanpa persetujuan mamak yang terbaring lemas dihadapan Amin, ia menekan tombol send untuk mengirimkan sms kepada adiknya yang sedang berada dipulau jawa. Sedetik dua detik kemudian, pesan terkirim.


Setelah tombol send ditekan, dan pesan telah dikirim, jika kita bisa melihatnya, seperti kendaraan yang dipakai rosulullah untuk melakukan isra’ mi’raj, bahkan kecepatannya lebih tinggi dari itu. Beberapa karakter sms itu terbang melesat. Menderu tak tertahankan menuju tower Base Transmitter Station yang paling dekat. Seperkian detik, tanpa bisa dibatalkan oleh siapapun, maka ia berlari sekuat tenaga menuju satelit Palapa yang tingginya ratusan kilometer di atas sana. Berputar dalam sistem-sistem yang entah apa namanya di dalam data provider. Berselisih jalan, atau bisa jadi bertabrakan dengan jutaan pesan, panggilan, vidio, gambar, dan data-data lain dari berbagai bentuk yang diakses oleh berbagai kalangan manusia di muka bumi ini. Dan hebatnya, tak satupun data yang diakses oleh manusia-manusia itu tertukar. Untuk urusan tertukar, barangkali hanya manusianya saja yang goblok mengakses atau sengaja menukarnya. Maka tak jarang kita temukan manusia-manusia yang berlagak tidak tahu kalau pesan atau telfonnya salah sambung, padahal punya niat mencari teman kencan. Entahlah!


Bagai dukun yang mengirimkan santet kepada calon korbannya, beberapa karakter sms yang dikirimkan Amin berpendar-pendar menghujam ke penjuru dunia. Tak peduli di manapun berada. Tak peduli pemiliknya sedang malakukan apa. Pesan itu akan segera tersampaikan. Hanya masalah jaringan dan batrai yang sedang sekarat yang bisa menghalanginya. Melesat mencari nomor pemilik telepon genggam yang dituju.


Nita, Pulanglah! Untuk terakhir kalinya, lihatlah mamakmu. Sudah tidak ada waktu lagi, Dik. Sebelum semuanya terlambat, dan sebelum kau menyesal nantinya.


14 comments :

  1. duh dalemmm.. but wait, siapa Nita ? Apa Nita gak pulang-pulang ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nita anaknya si Emak, bang. Mau kenalan?

      Delete
  2. wah ini penggambaran emaknya pas sekali. orang sakit apalagi dah tua emang gitu suka nggak nyambung kalau ngomong. Nita ini ada di luar kota ya jauh dari ortunya

    dan itu, sempet-sempetny juga bahas orang salah sambung. ckckc

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cie kaka... yang pernah ngalamin jadi orang tua kayanya ya... :-)
      Iya, Nita lagi merantau. Kasian dia gak balik-balik.

      Delete
  3. Detail banget padahal baru prolog ya... Lumayan bikin penasaran juga nih, sebenarnya Nita kemana? Ada dimana? ada masalah apa sebelumnya? gitu deh... lanjutkan bro... Jangan kayak gw nih bikin novel gak kelar-kelar... hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya di simpan dulu bro pertanyaan untuk part2 berikutnya. semoga project ini bisa terwujud. amiin...
      Semangat bro..

      Delete
  4. waw baru introduction, ditunggu lanjutannya gan

    ReplyDelete
  5. endingnya greget sekali, hehe.. Tapi masih belum jelas nih jalan ceritanya, kenapa kok Nita tiba-tiba disuruh pulang, dan kenapa Nita pergi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha. disimpan dulu kaka pertanyaannya buat part2 berikutnya. doain aja ya...

      Delete
  6. setelah membaca, gue punya prediksi: nita itu.. adiknya yang kerja di pulau jawa, dia kerja tapi nggak direstui sama si mamak... terus dia kabur ke pulau jawa. ya nggak? pasti salah deh :")

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha... ada benernya juga. Dia merantau ke Jawa juga sebelum kerja. Lebih jelasnya, ditunggu aja kalau project ini selesai ya kaka... :-)

      Delete
  7. Bro, walopun gue nggak sempet baca keseluruhannya, bahasa, diksi dan alur cerita yang lo garap udah ala alanovel banget.lo suka bacanovel juga ya?? Ya udahlah terusin sampe tamat, bro...

    Apa kabar Riau sekarang? Asap masih menebal atau udah menipis?? Salam kenal,bro.kayaknya ini kunjungan perdana gue.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha... Iya kaka. Ane demen banget baca novel. Makasi kaka kalau kaka suka... :-) InsyaAllah bakal lanjut!

      Kabar Riau baik2 aja kaka..

      Wah, Ka Meykke sadis. kayanya ini bukan kunjungan pertamanya deh. Sebelum2nya juga udah pernah bertamu ke sini! Jangan lupain aku, plisss...

      Delete

Tinggalkan komentar anda di sini. Nggak boleh pelit-pelit. Nanti kuburannya sempit.