Hai semua...
Setelah
beberapa lama tidak memuat postingan dalam blog abal-abal ini, kali ini ane bakal membuat postingan yang
niatnya, sih, mau lebih serius dari postingan-postingan sebelumnya. Ya, kalau
postingan-postingan sebelumnya bisa dikatakan sepenuhnya ngawur dan tak
memiliki esensi edukasi di dalamnya, maka kali ini ane mau postingin sebuah postingan terkait niat project ane. Apakah itu???
Jreng...
Jreng....!
Jadi, sempat
kemarin-kemarin, ya udah lama juga sih, mungkin sudah setahun lebih, ane punya
niat untuk membuat sebuah karya sastra yang mengangkat tema tentang
permasalahan yang terjadi di kampung halaman ane, Riau. Rencananya ane mau buat
cerita kaya novel-novel githu. Tapi karena kemarin-kemarin sempat terkendala
oleh beberapa hal, plus rasa malas yang tak berujung, jadinya ketunda dan
ketunda terus, deh!
Setelah
beberapa hari belakangan ini sempat mikir, 'kalau tidak diterusin rugi juga,
ya. Sayang ide dibuang-buang.' jadinya, ane mau serius membuat dan meneruskan
ide yang sudah ada di dalam kepala.
Mungkin
teman-teman di sini penasaran sama tema yang di angkat itu apa? Setingannya
bagaimana? Tentang tokoh dan penokohan, dan beberapa intrinsik lainnya, ane gak
bisa menjelaskan dan menguraikannya satu-satu. Tapi, inshaAllah, dengan sebuah
pembuka cerita yang bakal ane ikut sertakan pada postingan ini, teman-teman
pasti bakal tahu ceritanya akan seperti apa.
Ane harap,
teman-teman bisa memberikan feedback atas project yang baru ane mulai ini. Mungkin
dengan masukan teman-teman semua, ane bisa meneruskan ceritanya dengan gampang. Ide-ide akan muncul seiring dengan rumitnya mencari puncak konflik dalam cerita. Dan mudah-mudahan, dalam menggarap project ini, ane bisa menuliskan ceritanya dengan mengalir indah seindah untuaian kata yang tertuang dalam sabda cinta. Cieeehhhh....!!!!
Udah, to the point aja yuk....
***
Emakku Sayang, Emakku Malang.
Part I
“Nit,
sakit mamak semakin parah. Dokter bilang sudah tidak ada yang bisa diharapkan
lagi selain berdoa. Saudara dan sanak famili sudah berdatangan untuk berdoa dan
membacakan yasin untuk Mamak. Keluarga di sini tidak bisa berbuat banyak selain
pasrah menerima keputusan Allah. Pulanglah, Nit, sebelum semuanya terlambat. Pulanglah...!”
Wajah
panik nan lelah Bang Amin mengkerut. Sekali, dua kali, menghela nafas. Lebih panjang.
Lebih berat. Ada tekanan bathin di sana. Pesan yang sudah tertulis di hape
jadul miliknya, entah berapa kali lagi harus dibaca. Ia ragu. Apakah ia harus
menekan tombol send atau tidak . Perlahan memegang kening, juga lembut
mengelus-elus tangan wanita keriput yang terbaring lemas di atas kasur. Nafasnya
satu dua. Lebih parah, sudah terlalu sulit untuk menarik nafasnya.
Pagi
yang biasanya indah itu, berganti pagi yang datang dengan penuh murka.
Cahaya
matahari menggantung dilangit. Mengambang dan mencari celah agar cahayanya bisa
menembus tebal kabut yang menyelimuti desa tempat tinggal mereka. Embun bercampur
debu menempel di sisa-sisa pepohonan yang tersisa. Sebenarnya dulu desa dan
rumah mereka dikelilingi oleh kebun karet dan akasia. Tapi semenjak para
manusia antah berantah yang membakar hutan mereka, hidup mereka tersiksa. Serta,
alam tempat mereka hidup gundul segundul-gundulnya.
Setetes
air mata akhirnya jatuh membasahi pipi laki-laki yang terkenal tegar itu. Ya,
ia jarang sekali menangis. Bahkan tak pernah sekalipun orang melihatnya
menangis. Kalaupun ia menangis, pasti ia sembunyikan tangisannya itu dengan
sangat rahasia. Tak ada yang pernah melihatnya, kecuali Mamak yang saat ini
terbaring lemas di hadapannya.
Amin
menatap lekat wajah mamaknya. Sedang mamaknya tidur dengan mata terpejam sejak
dua hari yang lalu. Sesekali bangun. Mengigau. Ucapan yang keluar dari mulut
sudah mulai tak jelas. Terkadang sering terjadi diskomunikasi antara mamak dan
keluarga. Tak jarang keluarga bingung-bingung sendiri. Mamakpun, kalau sudah
tak sesuai dengan apa yang dia minta atau perintahkan, sangat pandai sekali
merajuk. Ngoceh-ngoceh sendiri. Tak jelas apa yang dia ocehkan. Saudara yang
mendengarkan ocehannya, kalau biasanya akan sebal, saat ini tidak lagi. Melainkan
kasihan dan iba melihat kondisi mamak yang sekarat.
Sudah saatnya Nita tahu. Sudah saatnya
dia pulang.
Perempuan
tua berwajah keriput, lelah, dan pucat di atas ranjang itu tiba-tiba terbatuk. Menyusul
bercak darah merah yang keluar dari kerongkongan. Bercak-bercaknya berserak di
bibir. Nafasnya sesak. Air mukanya menahan sakit. Sakit yang kian lama kian tak
tertanggungkan. Matanya terbuka. Memandang-mandang sekitar pembaringan. Entah itu
isyarat meminta sesuatu. Atau, bisa jadi mencari sesuatu.
Pandangan
Amin tak lepas dari memandang lekat wajah mamak.
“Ijinkan,
Amin mengirimkannya, Mak...” Bisik Amin kepada mamak.
Entah
dengar atau tidak. Tanpa persetujuan mamak yang terbaring lemas dihadapan Amin,
ia menekan tombol send untuk mengirimkan sms kepada adiknya yang sedang berada
dipulau jawa. Sedetik dua detik kemudian, pesan terkirim.
Setelah
tombol send ditekan, dan pesan telah dikirim, jika kita bisa melihatnya,
seperti kendaraan yang dipakai rosulullah untuk melakukan isra’ mi’raj, bahkan kecepatannya lebih tinggi dari itu. Beberapa karakter
sms itu terbang melesat. Menderu tak tertahankan menuju tower Base Transmitter Station yang paling
dekat. Seperkian detik, tanpa bisa dibatalkan oleh siapapun, maka ia berlari
sekuat tenaga menuju satelit Palapa yang tingginya ratusan kilometer di atas
sana. Berputar dalam sistem-sistem yang entah apa namanya di dalam data provider. Berselisih jalan, atau bisa
jadi bertabrakan dengan jutaan pesan, panggilan, vidio, gambar, dan data-data
lain dari berbagai bentuk yang diakses oleh berbagai kalangan manusia di muka
bumi ini. Dan hebatnya, tak satupun data yang diakses oleh manusia-manusia itu
tertukar. Untuk urusan tertukar, barangkali hanya manusianya saja yang goblok
mengakses atau sengaja menukarnya. Maka tak jarang kita temukan manusia-manusia
yang berlagak tidak tahu kalau pesan atau telfonnya salah sambung, padahal
punya niat mencari teman kencan. Entahlah!
Bagai
dukun yang mengirimkan santet kepada calon korbannya, beberapa karakter sms
yang dikirimkan Amin berpendar-pendar menghujam ke penjuru dunia. Tak peduli di
manapun berada. Tak peduli pemiliknya sedang malakukan apa. Pesan itu akan
segera tersampaikan. Hanya masalah jaringan dan batrai yang sedang sekarat yang
bisa menghalanginya. Melesat mencari nomor pemilik telepon genggam yang dituju.
Nita, Pulanglah! Untuk terakhir
kalinya, lihatlah mamakmu. Sudah tidak ada waktu lagi, Dik. Sebelum semuanya
terlambat, dan sebelum kau menyesal nantinya.
duh dalemmm.. but wait, siapa Nita ? Apa Nita gak pulang-pulang ?
ReplyDeleteNita anaknya si Emak, bang. Mau kenalan?
Deletewah ini penggambaran emaknya pas sekali. orang sakit apalagi dah tua emang gitu suka nggak nyambung kalau ngomong. Nita ini ada di luar kota ya jauh dari ortunya
ReplyDeletedan itu, sempet-sempetny juga bahas orang salah sambung. ckckc
Cie kaka... yang pernah ngalamin jadi orang tua kayanya ya... :-)
DeleteIya, Nita lagi merantau. Kasian dia gak balik-balik.
Detail banget padahal baru prolog ya... Lumayan bikin penasaran juga nih, sebenarnya Nita kemana? Ada dimana? ada masalah apa sebelumnya? gitu deh... lanjutkan bro... Jangan kayak gw nih bikin novel gak kelar-kelar... hehehe
ReplyDeleteYa di simpan dulu bro pertanyaan untuk part2 berikutnya. semoga project ini bisa terwujud. amiin...
DeleteSemangat bro..
waw baru introduction, ditunggu lanjutannya gan
ReplyDeleteDitunggu di mana kaka?
Deleteendingnya greget sekali, hehe.. Tapi masih belum jelas nih jalan ceritanya, kenapa kok Nita tiba-tiba disuruh pulang, dan kenapa Nita pergi?
ReplyDeletehaha. disimpan dulu kaka pertanyaannya buat part2 berikutnya. doain aja ya...
Deletesetelah membaca, gue punya prediksi: nita itu.. adiknya yang kerja di pulau jawa, dia kerja tapi nggak direstui sama si mamak... terus dia kabur ke pulau jawa. ya nggak? pasti salah deh :")
ReplyDeleteHaha... ada benernya juga. Dia merantau ke Jawa juga sebelum kerja. Lebih jelasnya, ditunggu aja kalau project ini selesai ya kaka... :-)
DeleteBro, walopun gue nggak sempet baca keseluruhannya, bahasa, diksi dan alur cerita yang lo garap udah ala alanovel banget.lo suka bacanovel juga ya?? Ya udahlah terusin sampe tamat, bro...
ReplyDeleteApa kabar Riau sekarang? Asap masih menebal atau udah menipis?? Salam kenal,bro.kayaknya ini kunjungan perdana gue.
Hahaha... Iya kaka. Ane demen banget baca novel. Makasi kaka kalau kaka suka... :-) InsyaAllah bakal lanjut!
DeleteKabar Riau baik2 aja kaka..
Wah, Ka Meykke sadis. kayanya ini bukan kunjungan pertamanya deh. Sebelum2nya juga udah pernah bertamu ke sini! Jangan lupain aku, plisss...