Sabil
ngakak.
“Pake
otak dong, jul. kalo ngomong!”
“Aku
serius”
Ijul
berusaha membuat suaranya meyakinkan. Lalu melirik lagi rumah Cinta. Rumah
mewah lantai dua. Yang halaman rumahnya satu setengah kali rumah Ijul. Seorang
laki-laki bersafari berdiri di depan pintu gerbang yang tinggi sekitar tiga
meter. Ada ukiran bunga matahari di tengah-tengahnya. Sebuah mobil masuk lagi,
lalu pengemudinya menyodorkan undangan. Si Safari memeriksa, lalu berbicara
melalui handy-talknya (kalau orang melayu nyakap kontek). Setelah itu, dia
mengangguk. Menyingkir ke kiri dan mobil itu berjalan pelan masuk ke halaman
rumah yang luas. Kemudian berdiri lagi dengan gagah. Semuanya terjadi secara
simultan begitu seterusnya setiap kali ada mobil yang datang.
“
iya... tapi... aduh. Cinta Jul? Cinta?”
“Iya,
aku cinta sama Cinta.”
“Nah
, itu yang aku maksud kamu pake otak!”
“Bil,
kamu lupa apa yang dikatakan Rosulullah? Neraka itu sebagian besar penghuninya
orang-orang yang ngomong gak pake sensor! Kayak kamu!”
“Rosulullah
juga tau. Kalau kita disuruh saling nasehat menasehati! Aku sekarang lagi
nasehatin kamu nih! Pake otak kalau mau sama Cinta.”
Ijul
menggerutu kesal. Melirik rumah Cinta sekali lagi. sayup-sayup terdengar suara
musik dan suara merdu seorang penyanyi. Menilik suaranya, pasti Ayu Ting-Tong
yang lagi nyanyi. Pelan-pelan Ijul melirik kado merah jambu yang dipegangnya.
Lalu memandang Sabil dengan pandangan yang sedih.
“Jadi
menurut kamu Cinta gak bakal nerima aku?”
“Pake
nanya! Udah cepat naik!” Sabil naik ke atas motor kerajaannya. Menghidupkan.
“Cepat! Nih motor mau di pake sama Bang Am!”
Ijul
menghela nafas. Lagi-lagi melihat rumah Cinta.
“terus
nih kado gimana?”
“Tadi
kan dah aku bilang. kamu kasiin tuh kado. Tapi jangan nekat bilang cinta!”
“Tapi...”
“Tapi
apaan?”
“kalau
Si Safari itu nanya undanganku gimana?”
“Ya
kamu kasiin.”
“Aku
kan gak diundang.”
Sabil
kontan menyumpah-nyumpah. Detik berikutnya sabil sudah memasukkan gigi satu.
Motor kerajaan melesat cepat. Meninggalkan Ijul yang teriak-teriak tunggu. Di balur
kaki Sabil sedalam sungai siak.
“Kalau
gak diundang, ngomong dari tadi!”
***
Kata
buku yang pernah Ijul baca. Cinta itu bisa datang kepada siapa saja, kapan
saja, dan di mana saja. Dan Ijul yakin, penemu Filo Mild dulu bikin slogannya
setelah membaca buku itu. Nah, si Ijul lagi jatuh cinta sama Cinta. Putri seorang
toke nangoi merangkap anggota DPRD Siak yang menurut berita di SIAK-TV kemaren,
lolos dari pemeriksaan KPK. Berarti Cinta bersih! Konklusi yang dilakukan Ijul
memang hanya sebagai premis belaka. Tapi cukuplah.
Waktu
itu Ijul lagi nongkrong di depan sekolah bersama Sabil.
Tiba-tiba;
Priiiit!
Priiiiiit!
Lalu
......
Wiuw...wiuw....wiuw....!
Lalu
...
Ijul,
Sabil dan siswa yang lagi nongkrong diusir mentah-mentah. Ijul gondok. Sejak
setahun yang lalu. Tempat ini sudah jadi hak patennya. Dia protes. Tapi begitu
pengusir membentak. Ijul ciut. Tapi masih sok ngomel di belakang.
Lalu
sebuah mobil—entah merek apa—yang pasti mobil mewah, lewat. Warna hitamnya
membuat siapa saja pasti akan melirik—entah karena iri. Entah juga penasaran,
sedangkan Ijul. Jelas penasaran ketika mobil itu berhenti dan kaca jendela
bagian belakang mobil itu terbuka.
Seraut
wajah—yang lagi-lagi pakai entah—entah siapa, nogol. Bicara lembut kepada Si
Pengusir tadi. “Pak Ucok Regar. Tidak usah galak-galak gitu ya, pak.”
Pak
Ucok Regar—yang entah siapa—mengangguk hormat. “siap non.”
Lalu
kaca jendela itu perlahan naik dan jelas embusan angin pagi membelai rambut
hitam yang sudah tentu beraroma wangi yang kemudian akhirnya tidak terlihat
lagi. Mobil itu terus masuk ke halaman SMA Antah Barantah.
“Sok
banget tuh orang. Dia pikir ini jalannya apa?” Sabil menggerutu. Lalu tak
sengaja melihat Ijul yang masih terbengong-bengong memandang mobil mewah itu.
“kenapa kamu, Jul?”
“Dewi
asmara aku lagi melepaskan pahannya ke hati aku, Bil.”
“Bonyok
dong hatimu!”
“Berdarah-darah,
Bil... Ya Allah... akhirnya kau kirimkan juga seorang gadis cantik untuk
menjadi pacar hamba. Terima Kasih Ya Allah... Terima Kasih...”
“Kebanyakan
makan biji sawit, nih!”
***
Mau
kebanyakan makan apapun, Ijul sudah jatuh cinta pada si Cantik yang kemudian
diketahui bernama Cinta. Tapi rupanya bukan Cuma dia saja yang jatuh cinta ama
Cinta. Tapi semua kaum adam di sekolah itu jatuh cinta ama Cinta.
“Modal
kamu apaan mau dekatin Cinta?” gerutu si Sabil untuk kali yang kesekian.
Pasalnya, sudah satu bulan ini yang di omongin Ijul selalu Cinta.
“Cinta,
Bil... cinta modal aku.”
“Ya
iyalah, yang kayak begituan sih gak usah kasih tau aku! Kamu jajan aja nebeng
aku!”
“Nah.
Itu, Bil ... itu yang harus kamu sadarin. Gak semua orang punya kesempatan
jatuh cinta.”
“Heh!
Kesempatan jatuh cinta sih banyak. Jatuh cinta juga sering! Diterimanya yang
belum pernah.”
“Itu
juga, Bil...yang membuat aku yakin, kalo cintaku bakalan diterima oleh Cinta.”
“Sabil
gondok. “Kamu tadi makan biji sawit berapa biji sih?”
***
Sabil
heran ketika Ijul datang ke rumahnya dan tertawa-tawa.
“kenapa
kamu?”
“Tenang,
Bil... ini hari bahagia buat aku...”
“Hari
bahagiamu bukannya kalo aku traktir?”
“Itu
juga hari bahagia aku. Sebab aku memberi kesempatan kamu buat bersedekah.”
Sahut Ijul yang membuat Sabil mendengus.”Kamu tau. Aku tadi dari mana?”
“paling-paling
kamu abis ngantar udang. Gimana, hari ini banyak yang mesan gak?”
“Weittss...
sori memori ni! Aku tadi abis dari rumah ustad anam!”
“Pantes
badan kamu abu tarason, abis disuruh ngerok punggung ustad anam ya?”
“Brengsek!
Nih bau minyak yang baru aku beli!”
“Mereknya
cap kaki lima?”
“susah
ngomong sama kamu ah! Aku balik!”
“Tunggu,
tunggu! Ngapain kamu dari rumah ustad anam?”
Ijul
berbalik. Wajahnya kembali gembira ria. Matanya berbinar.
“Tadi
aku... eh. Aku bisa minta minum gak? Kalo gak ada air putih air sumur pondok
juga gak apa-apa!”
Lima
belas menit kemudian.
“Gila
kamu...” teriak si Sabil.
“Kenapa
gila? Kan sama aja aku memuji Allah...”
“Bertasbih
memuji Allah memang harus kita lakukan setiap hari! Tapi bukan tujuan
ngedapatin Cinta! Lagian ustad Anam kamu percaya.”
“Kan
ikhtiyar...”
“Yang
begini nih yang sering ngaco! Ikhtiar memang diharuskan, tapi di jalan yang
benar! Bukan sama Ustad Anam.”
“Uda
deh... pokoknya mulai ntar malam, aku bakalan bertasbih sebanyak 5.678 kali,
sesuai petunjuk Ustad Anam.”
“Tapi
tujuan kamu itu dosa, Jul...”
“Dosa
gimana? Sambil menyelam minum air! Aku dapat pahala karena memuji Allah. Aku
juga bakalan dapat Cinta. Ngomong-ngomong kamu punya uang 20ribu yang nggak
kepake gak?”
“Buat
apaan?”
“Tadi
aku masih ngutang mahar sama Ustad Anam.”
***
Ncik
Ramlah, emaknya Ijul, yang penjual gorengan heran. Karena begitu azan Maghrib
berkumandang, Ijul langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu kamarnya. Begitu
sampai tiga hari. pas hari ke-empat. Ncik Ramlah penasaran pengen tau apa yang
dilakukan anak semata wayangnya. Dia mengintip dari lobang kunci.
“Astagfirullaahal
Aziim! Ijul!!”
Ncik
Ramlah sampai perlu mengintip dua kali. Wajahnya tegang. Kesal. Juga penasaran.
Soalnya dia tidak melihat apa-apa. Kamar Ijul gelap.
Ncik
Ramlah lalu mengambil kursi. Dari kisi-kisi kusen bagian atas, dia melongok. Dengan
mempergunakan lampu senter sebagai penerangan. Lagi-lagi...
“Astagfirullaah...!
Ijuuul!!!
Ncik
Ramlah kesal bukan main. Karena dia tidak bisa melongok. Soalnya tuh kusen
ketinggian.
Ketika
Ncik Romlah mau narik meja. Pintu kamar Ijul terbuka. Ncik Romlah kecele.
Berhubung sudah capek ngintip, naik kursi, narik-narik meja. Ncik Romlah malah
berkata, “Masuk lagi, Jul. Masuk lagi!”
“Masuk
lagi ngapain, Mak?”
“Mak
mau naik ke meja. Mak mau ngintip.”
“Lho,
kan saya ada di sini, Mak?”
“Mak
gak peduli! Pokoknya masuk! Emak udah capek!”
Ncik
Romlah mendorong Ijul masuk. “Lampunya matiin lagi!” Ncik Romlah menarik meja.
Lalu dengan bantuan kursi dia naik ke atas meja. Tapi kusen tetap ketinggian.
Ncik Romlah menghela nafas, “Ya udah keluar lagi!” Ijul keluar, bingung melihat
emaknya . “Bantuin Mak turun!”
***
“Aku
uda bertasbih selama seminggu,” kata Ijul di kantin Mak Inah.
“Terus
kenapa?”
“Sekaranglah
saatnya yang tepat buat ngejajal pegangan yang dikasih Ustad Anam.”
Sabil
mengeluh. “Jul, kamu emang gak sadar kalau sudah mempermainkan Allah? Masa bertasbih
kamu samain sama pelet!”
“Lain
tau! Bertasbih yang aku lakukan Cuma sebagai medianya!”
“Itu
kamu namanya mempermainkan Allah! Hati-hati, Jul.”
“Begini
nih kalau ilmunya cetek! Gak tau apa-apa tapi sok tau! Udah, kamu ikut aku aja
sekarang!”
Sabil
mengeluh, merasa kasihan dengan sahabatnya itu. Sabil bukan tidak tau, kalau
selama ini banyak orang yang ngaku paranormal, selalu merasa bisa melakukan apa
saja, termasuk tuh Pak Ustad yang kece. Mereka kadang dengan yakin berkata,
“Ini tidak melanggar ajaran agama karena bacaannya dari Al-Qur`an. Kalau pun pake
puasa, dalam islam juga diajarkan puasa, kan? O ya, sediain kain putih sama
pensil 2B.” Kwkwkwk.
Sabil
menghela nafas. Memperhatikan Ijul dengan pede-nya melangkah gagah. Sabil
pelan-pelan mengikuti dari belakang. Sasarannya jelas kantin. Di situ pasti ada
Cinta. Dan kalau ada Cinta, biasanya kaum adam berserakan di sana.
Benar
saja. Cinta memang ada di sana. Dan kaum adam pun berserakan. Sabil
memperhatikan dari pintu masuk kantin. Memperhatikan satu sosok kaum adam yang
melangkah gagah den percaya diri mendekati Cinta.
Jleggg!!
Sabil bengong. Cinta tertawa-tawa pada satu sosok kaum adam yang kerempeng itu,
dan membuat kaum adam yang lain memandang dengan penuh iri yang tidak bisa
disembunyikan.
Mujarab!
Itu kata yang muncul di hati Sabil. Sabil sampai terfikir buat minta pelet sama
Ustad Anam juga kalau saja dia tidak ....
Tiba-tiba.....
Plak!!!
Satu
tamparan mendarat di pipi kanan Ijul.
Lalu...
plak lagi!
Satu
tamparan mendarat di pipi kiri.
Sabil
bengong.
“Kurang
ajar!!” bentak Cinta yang terlihat berang.
***
Sabil
penasaran. “kenapa tau-tau Cinta nampar kamu?”
“Aku
dihukum Allah.”
“Cinta
yang nampar kok Allah yang dituduh?”
“Dia
tau kalau aku komat-kamit bertasbih.”
“Terus
kenapa?”
“Dia
curiga.”
“Masa
orang bertasbih curiga?”
“Iya!
Soalnya, uda ada tujuh belas cowok yang
ngedekatin dia sambil bertasbih. Itu dia maksud aku dihukum Allah! Allah
rupanya masih sayang sama aku. Dia cuma menghukum aku lewat tamparan Cinta!.”
Sabil
terdiam sejenak. Lalu ngakak...
“Makanya,
jangan pernah mempermainkan Allah!”
“Iya,
aku nyesal. Duit ambles, kena tampar lagi. eh, jadi gak minjamin 20ribu?”
“Buat
apa? Buat bayar Ustad Anam?”
“Bukan!
Buat beli tarason. Pedih pipiku ditampar Si Cinta.”
Sabil
tertawa-tawa kegirangan.
No comments :
Post a Comment
Tinggalkan komentar anda di sini. Nggak boleh pelit-pelit. Nanti kuburannya sempit.