Jika dihitung
dari beberapa jam terakhir, emosiku serasa diaduk-aduk oleh 2 orang dengan
latar belakang yang berbeda. Abeng, rekan kerjaku dulu waktu masih menjadi
Leader Sales Promotion.
Dan Fikri, teman rock n roll di Marimba Cafe. Ini bisa menjadi masa krusial dalam hidup. Sebuah fase pembelajaran yang mungkin saja bakal menjadi alat move on yang ampuh. Mereka datang dengan cerita berbeda 180 derajat, tapi dengan satu pembelajaran yang sama, “Aku harus berubah”.
Dan Fikri, teman rock n roll di Marimba Cafe. Ini bisa menjadi masa krusial dalam hidup. Sebuah fase pembelajaran yang mungkin saja bakal menjadi alat move on yang ampuh. Mereka datang dengan cerita berbeda 180 derajat, tapi dengan satu pembelajaran yang sama, “Aku harus berubah”.
Abeng menghubungiku
melalui telpon selular di suatu pagi ketika aku akan berangkat ke kota Jakarta.
Kota yang tak asing lagi bagiku, meski hanya beberapa kali saja aku mampir.
Ketika namanya muncul dari layar ponsel, aku tersenyum dalam hati. “Kira-kira
kejutan seperti apa lagi yang akan dia berikan?” Dia termasuk salah satu dari orang-orang
paling berpengaruh dalam hidupku. Jika di urutkan berdasarkan pengaruhnya, dia
bisa berada di posisi 5 besar. Mungkin
suatu saat daftar ini perlu di buat dan direvisi 1 bulan sekali, nanti jika
banyak waktu untuk hal itu.
Siang tadi aku
bertandang kerumahnya, Dia menyampaikan maksudnya untuk memberikan 2 buah buku.
Gila!! Aku tak pernah berfikir apa yang terjadi jika buku yang saat ini belum
aku baca sama sekali nanti selesai kubaca. Efek seperti apa yang aku dapat?
Entahlah, bukan itu yang ingin aku bahas.
Singkat cerita,
siang itu pertemuan terjadi, dia kemudian menyerahkan 2 buku yang menurut dia
wajib baca. Waktu kira-kira itu sudah jam 11.30, tak terasa testimoni tentang
buku yang dibawa mengalir begitu saja. Juga tentang maksudnya memberikan buku
itu karena tak ingin persahabatan pecah karena perbedaan pemahaman tentang
agama. Akhirnya adzan dzuhur membuat jeda pembicaraan serius kami. Beberapa
menit kemudian kami berlalu dengan curhat kami kepada Tuhan sebanyak 4 rakaat. Ba’da dzuhur kami kembali duduk di ruang
tamu. Menghisap berbatang-batang rokok dan meneguk teh yang dari tadi sudah dingin
ditiup angin.
Kami kemudian
melanjutkan pembicaraan, tidak lagi membahas tentang 2 buku magis yang dia tawarkan tadi. Dia
kemudian membuka cerita tentang cerita hidupnya beberapa bulan terakhir. Memang
sudah lama kami tidak tahu satu sama lain kecuali status, pekerjaan, ideologi,
dan segala hal-hal umum yang bukan menjadi rahasia. Kami awali dengan flashback ke masa kerja dulu. Berbagi
cerita tentang teman yang masih sering kami temui. Jika dibandingkan dengan
dulu, semua sudah sangat jauh berbeda. Kami sudah sama-sama dewasa, tapi
terbentuk dengan hal berbeda. Aku dengan pembelajaran dosa masa lalu, dia dengan
pengalaman hidup yang tak jauh beda denganku. Bahkan, mungkin, dalang dari dosa
masa laluku itu adalah dia. Ah, tapi tidak juga. Aku juga sering menjadi dalang
dari semua kekacauan hidup yang kami lewati bersama.
Aku terhenyak
ketika dia menceritakan suatu hal. “Aku sekarang sedang menikmati indahnya
kembali ke keluarga. Aku yang dulu jarang pulang rumah, tidak mau tau apa yang
terjadi, sibuk dengan tugas, kerja, job, obsesi dan ambisi masa muda. Aku rindu
orang tuaku, aku rindu adik-adikku. Ini saatnya aku balas dendam atas semua.
Semua yang aku lakukan sekarang, pekerjaanku, mimpiku, ini aku dedikasikan
hanya untuk masa depan dan keluarga”.
Aku tergoncang,
aku ditampar pedas dengan kata-katanya. Ingin sekali berteriak dan menangis,
tapi tidak mungkin aku lakukan di hadapannya. Teringat kembali masa-masa kelam
itu, masa dimana aku seakan menghancurkan mimpiku. Mimpi orang tuaku. Masa dimana
aku menghianati semua orang terdekatku. InsyaAllah saat ini aku sudah Move On dari jalan hidup masa lalu. Tapi
aku belum melakukan hal yang berarti untuk menghapus semua itu apalagi
menggantinya. Untuk memulai itu semua, hal yang paling mudah dilakukan adalah
memulainya dari diri sendiri. Aku harus berubah. Perlahan, memang. Tapi usaha
harus selalu teriring dan sejalan.
Waktu berlalu,
sampailah pada pukul 13.25wib. Rasa rindu kepada bunga di sebrang kota dan
penat terhadap aktivitas hari ini membuat aku memilih untuk menghabiskan waktu
dengan secangkir kopi di sebuah warung tepi jalan Matraman. Aku mencoba
menghubungi beberapa teman yang biasa aku temui, tapi karena sibuk dengan
rutinitas masing-masing, mereka tak bisa datang. Akhirnya aku putuskan menikmati
kopi panas sendirian setelah pamit dengan Abeng.
Setengah jam
berlalu, ketika iseng membongkar isi ponsel
aku melihat sebuah kontak dengan wajah masa lalu. Dia, teman yang sudah lama
aku lupakan. Tadi juga sudah diceritakan sedikit oleh Abeng tentang hidupnya
sekarang. Fikri, Dialah teman hidup rock
n’ roll dulu. Sempat ragu untuk mengundangnya menghabiskan waktu berdua.
Dalam hati terus bertanya, apa benar dia juga sudah berubah? Atau, masihkah dia
seperti dulu? Apa manfaat setelah bertemu dengannya? Apakah dia akan membawa
efek negatif lagi untukku seperti dulu? Pelan-pelan ku tepis semua pemikiran
itu dan mulai mengetik pesan singkat. Dia memberikan respon, sepertinya hari ini akan menjadi panjang dengan
kehadirannya.
15 menit
berlalu dia sudah ada di hadapanku. Dia masih tampan seperti dulu, tak banyak
yang berubah darinya kecuali satu, dia memulai pertemuan ini dengan sebuah
jabatan tangan hangat. Ini berbeda karena biasanya dia memulainya dengan senyum
gila, atau paling tidak dengan makian. Sungguh di luar dugaan, dia begitu
dingin dan cerdas sekarang. Dia betul-betul menjaga tutur katanya dengan baik
saat berbicara. Aku seperti kehilangan sesuatu darinya, aku kehilangan tingkah
lakunya yang gila dan tutur katanya yang lepas. Sejenak aku berfikir, betulkah
ini dia? Aku seperti kagum untuk yang ke 2 kalinya dengan dia. Dulu aku pernah
kagum dengan hidupnya yang kotor, cara dia memandang hidup dengan salah. Saat
ini, disaat aku benar-benar ingin berubah total, dia juga telah berubah, meski
belum seutuhnya berubah seperti Abeng. Setidaknya, dia sudah berubah dari gaya
penampilan, attitude, serta pola fikir. Mungkinkah mereka berdua ditakdirkan
untuk menjadi inspirasi bagiku? Entahlah.
Siang itu kami
habiskan dengan bercerita tentang hidup masing-masing. Tentang proses bagaimana
dia memulai dan mengakhiri hidup kotor. Tentang masa lalunya beberapa tahun
belakangan yang bergelut dengan benda haram dan pergaulan yang tak wajar.
Tentang saat ini, yang dia bilang fase
penting perjalanan hidupnya.
“Saat ini aku
mulai semuanya dari awal, aku mau berhenti! Aku capek. Terlalu banyak hal dalam
hidupku yang tak bisa diterima orang lain, bahkan keluarga sendiri. Masa yang
benar-benar gelap itu sudah selesai, aku dalam tahap pemulihan jiwa, hati, dan
fisik, bro”. Dia berbicara sambil melihatkan tubuh atletisnya hasil nge-gym beberapa bulan terakhir. Aku
hanya tersenyum, walau sesungguhnya aku kagum. Orang seperti dia dengan latar
belakang keluarga broken dan
lingkungan kotor rasanya sulit untuk berubah. Aku tahu jelas masa lalunya.
Rasanya butuh keajaiban untuk merubah semua itu. Tapi dia membuktikannya, tak
ada yang tak mungkin di dunia ini.
Hidup memang
misteri! Kita tidak tahu besok seperti apa, bertemu dengan siapa, kehilangan
siapa, dan menjadi apa kita! Kita hanya mempersiapkan diri untuk itu semua, dan
jika belum siap, saatnya bilang, “AKU HARUS BERUBAH!”.
Aku percaya
tentang hukum LOA (Law Of Atraction/Hukum Tarik Menarik.) Dalam sebuah buku best
seller karya Ippho Santosa. “Apa yang kita pikirkan, itu yang semesta berikan”.
Setidaknya itu yang berlaku padaku saat ini. Disaat niat hati ingin berubah ke
arah lebih baik, Tuhan mempertemukan aku pada sahabat-sahabat lama yang luar
biasa. Semoga mereka bisa menjadi inspirasi ke arah yang lebih baik untukku saat ini. Amiin...
semangat move on jadi lebih baik bang :) mungkin dipertemukan dgn sahabat lama seperti fikri dan abeng supaya kalian bisa sama-sama saling menguatkan untuk menjadi lebih baik.
ReplyDeletesetiap orang itu pasti punya kesempatan untuk berubah dalam hidupnya, trmasuk orng2 yg tnggl dlngkungan ktor dan dr kluarga broken, sperti fikri.
Iya, terimakasih sudah ngasi masukan.
DeleteSemua orang memang berhak untuk menentukan arah hidupnya. tinggal kita yang menjalaninya. mau dibawa kemanakah hidup kita...
Semoga bisa menjadi yang lebih baik.
ReplyDeleteBerubahnya jangan jadi power rangers atau ultraman ya hahaha :p
Well, Move on itu nggak cuma bisa dilakukan dengan prinsip dan teori.
Tanpa dukungan orang sekitar, prinsip dan teori gak bakal ada artinya :))
Jjiiah. Udah nyoba berubah jadi power rangers berkali2 kaga bisa Bang...
DeleteIya, Bang. setuju ane...
itu kalimat abeng tentang kembali ke keluarga bikin nyesek banget kak. Banyak orang yang sudah bareng keluarganya menyia-nyiakan waktu, sementara tidak sedikit pula orang seperti abeng yang kembali bersama keluarga saja harus memiliki keinginan keras dulu.
ReplyDeletekata orang, inspirasi memang bisa datang dari siapa saja, bahkan dari musuh kita sekalipun.
Selamat 'pindahan', kak hehehe
Iya, semoga Allah memberikan yang terbaik.
DeleteMakasi ya udah mampir.
Ini kisah nyata atau fiksi? Bahasanya keren.. jadi berasa lagi baca novel hehe.
ReplyDeleteEntah kenapa aku merasa ditegur sama tulisan ini. Banyak yang harus diubah dari diri aku. Biar orang lain, khususnya keluarga sendiri, bisa nyaman sama kita.